Rabu, 30 September 2009

Soekarno yang Minta Lagu "Terang Bulan" Diserahkan ke Malaysia

Soekarno yang Minta "Terang Bulan" Diserahkan ke MalaysiaANTARA PENCIPTA TERANG BULAN. Soebroto, teman Saiful Bahri dan pemain Orkes Studio Djakarta didampingi Aden Bahri Jr, anak Saiful, menyatakan bahwa lagu 'Terang Bulan' ciptaan Saiful Bahri.

SOLO--Ahli waris pencipta lagu "Terang Bulan", Aden Bahri, mengungkapkan, Presiden Soekarno meminta ayahnya, Saiful Bahri, untuk menyerahkan lagu "Terang Bulan" kepada Malaysia."Mantan Presiden Soekarno meminta penyerahan lagu itu pada awal 1960-an," kata Aden Bahri di Solo, Jateng, Rabu.

Hal tersebut, lanjutnya, dikuatkan berdasarkan keterangan salah seorang saksi kejadian tersebut yang juga merupakan teman satu grup ayahnya di Orkes Studio Djakarta, Soebroto."Pak Broto yang berada di lokasi kejadian saat itu mengakui hal yang sama," katanya.

Mengenai tuntutan pihak keluarga Saiful Bahri, dia mengatakan, pihak keluarga meminta Pemerintah Indonesia untuk membantu keluarga dalam melindungi lagu "Terang Bulan", yang juga menjadi salah satu aset budaya Indonesia.
"Pemerintah harus lebih tegas dan bersikap lebih keras dalam melindungi seluruh aset budaya Indonesia, termasuk lagu yang diciptakan ayah saya," kata Aden Bahri yang sekarang tinggal di Jakarta.

Sementara itu, mantan anggota Orkes Studio Djakarta, Soebroto mengatakan, mantan Presiden Soekarno meminta Saiful Bahri untuk menyerahkan lagu "Terang Bulan" antara 1961 hingga 1962, "Seingat saya saat itu adalah perayaan HUT Republik Indonesia,".

Dia mengatakan, kalimat yang diucapkan Soekarno ketika itu, "Ful, kasih saja lagu itu ke Malaysia. Mereka belum punya lagu kebangsaan,"."Saat itu yang menjadi saksi tidak hanya saya, tetapi banyak. Dr. Johannes Leimena menjadi saksi yang masih saya ingat," katanya.

Akan tetapi, lanjutnya, dia sudah tidak ingat siapa lagi yang menjadi saksi kejadian tersebut."Yang jelas, pesan Soekarno sangat jelas terdengar karena saya hanya berjarak sepuluh meter dari pembicaraan antara Soekarno dan Saiful Bahri," kata Soebroto.

Pernyataan yang disampaikan Soebroto tersebut saat ini belum dapat dibuktikan kebenarannya dan dihadapkan dengan catatan sejarah yang menunjukkan bahwa kemerdekaan Malaysia terjadi pada 31 Agustus 1957.

Menanggapi pengakuan tersebut, Kepala Lokananta, Ruktiningsih mengatakan, perusahaan rekaman Lokananta menyerahkan rekaman lagu "Terang Bulan" yang sudah digandakan. "Kami berharap rekaman lagu tersebut dapat dipergunakan oleh Aden untuk mengurus hak-haknya sesuai dengan pengakuannya sebagai ahli waris pencipta lagu tersebut," katanya.

Dia mengatakan, hingga saat ini Lokananta yang menjadi perusahaan yang merekam dan menggandakan lagu "Terang Bulan" tidak memiliki catatan mengenai pencipta lagu tersebut."Jika pengakuan pihak ahli waris terbukti, kami akan mencatat nama Saiful Bahri ke dalam data pencipta lagu yang ada di perusahaan ini," kata Ruktiningsih.

Setelah Pendet Besok Apa lagi ?

 
KETIKA bangsa Indonesia masih dilanda kecemasan akibat teror bom, juga disaat aparat kepolisian dengan Densus 88 Antiterornya gencar memburu teroris paling dicari Noordin M Top yang asal Malaysia itu, ironi kebudayaan kembali terjadi. Panggung warisan kebudayaan nasional pun terusik.

Kali ini giliran seni kebanggan orang Bali, tari pendet diklaim sebagai kekayaan budaya negeri jiran itu. Dalam cuplikan iklan Visit  Malaysian Year yang ditayangkan Discovery Channel, terdapat adengan para penari tengah membawakan tarian pendet. Tak ayal iklan ini berbuah protes dari Pemerintah Indonesia. Di dunia maya pun, isu ini menjadi topik terpanas.

Peristiwa tersebut kian memperpanjang deretan polemik di antara dua bangsa serumpun itu. Jalinan keduanya selalu dihadapkan pada situasi panas-dingin. Sebelumnya, sengketa batas wilayah atau konflik tenaga kerja Indonesia yang mengadu nasib di negara bekas jajahan Inggris ini terus mewarnai hubungan kedua negara bertetangga tersebut sepanjang masa.

Wajar jika rakyat Indonesia marah dan protes terhadap Malaysia dengan insiden iklan tarian pendet itu, apapun alasannya. Pemerintah Indonesia bahkan siap menuntut Malaysia jika tidak digubris. Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Jero Wacik sudah melayangkan nota protes atas dugaan klaim tari pendet.

Sementara itu perwakilan Malaysia berdalih tidak pernah mengklaim tari pendet menjadi bagian dari budayanya. Malaysia mengaku yang terjadi selama ini hanya salah paham. Apa benar itu semata kesalahpahaman, atau memang ada motif lain? Apakah Malaysia terlalu bodoh mengklaim tari pendet yang semua orang tahu asalnya dari Bali sebagai budaya mereka?

"Tidak ada klaim dari Pemerintah Malaysia atas tarian tersebut,"  tegas Amran Mohammad Zein, perwakilan kuasa usaha sementara Kedutaan Besar Malaysia, saat menemui Menbudpar Jero Wacik di Jakarta.

Sebenarnya, isu klaim budaya Indonesia oleh Malaysia termasuk tari pendet ini sudah terjadi sejak tahun 2007. Saat itu lagu "Indang Sungai Garinggiang" ciptaan Tiar Ramon dari Minangkabau digunakan oleh delegasi kesenian Malaysia pada Asia Festival 2007 di Osaka. Kemudian lagu "Rasa Sayange" asal Maluku digunakan untuk jingle Visit Malaysia 2007. Menyusul, reog Ponorogo di website pariwisata Malaysia yang diklaimnya sebagai sisingaan, tari barong yang disebut di Malaysia sebagai barongan, keris, angklung, batik, serta lagu "Es Lilin" dari bumi Priangan.

Kenapa begitu mudahnya bangsa lain menyomot kekayaan budaya Indonesia? Dalam pandangan pengamat hukum internasional Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta Jawahir Thantowi, pemerintah sejauh ini tidak pernah menghargai kekayaan intelektual sehingga negara lain begitu gampang mengklaim bahkan mempatenkannya.

Menurutnya, Indonesia termasuk negara yang tidak memiliki kesadaran tinggi atas hak-hak intelektual, dan negara tetangga lebih memiliki kesadaran itu. "Jadi, bukan sesuatu yang aneh jika negara lain mengklaim dan mempatenkannya," terang Jawahir yang juga melihat pemerintah tidak mau mengambil pelajaran dari sejumlah klaim yang dilakukan oleh negara lain.

Sebab itu, harus ada hukum untuk memberikan proteksi terhadap hak-hak adat yang ada di ranah bangsa. "Ini sama halnya dengan tanah, jika tidak dibuat sertifikatnya, maka akan diklaim oleh pihak lain, apa bedanya. Padahal kita kan tahu hal itu, tapi kenapa tidak belajar dari situ?" ungkap Jawahir.

Boleh jadi Malaysia memang cerdik memanfaatkan budaya tetangganya demi kepentingan komersil-mempromosikan idustri pariwisatanya, sedangkan Indonesia hanya bisa marah dan protes karena pihak lain yang menangguk untung. Namun sebenarnya, menghargai budaya itu bukan caranya seperti apa yang ditempuh Malaysia. Komersialisasi budaya justru akan menggerus keaslian, keluhuran, dan kearifan dari budaya itu sendiri.

Dalam kasus ini, Indonesia terkesan terlalu emosional menanggapinya. Kalau boleh  jujur, apa yang sudah kita lakukan untuk meyelamatkan budaya sendiri yang mulai kehilangan tempat, terjajah dengan membanjirnya film asing, sinetron, atau tanyangan olah raga yang heboh, sebab lebih menjanjikan rupiah.

Menghargai budaya adalah melestarikan eksistensinya dan dimanfaatkan untuk kemajuan bersama tanpa harus merampas kemurnian dari nilai khas yang terkandung di dalamnya. Meski diakui memelihara suatu budaya bukanlah pekerjaan mudah, tapi komitmen kuat dari semua pihak mutlak dibutuhkan. Tengok saja, sudah berapa banyak seni, budaya, atau bahasa di negeri ini yang mulai dan sudah punah.

Jadi tak sekadar mengakui saja, tapi harus memberi ruang hidup bagi seni dan budaya warisan leluhur dalam berbagai momentum resmi atau tidak, agar mampu bertahan dalam putaran roda zaman. Konkretnya, ada semacam observasi, pengembangan, pemanfaatan baik secara sosial, ekonomi, politik, maupun kultur sehingga muncul pengakuan dan pada akhirnya ada semangat pelestarian.

Kita juga seyogianya berkaca dari sikap Malaysia yang bisa dibilang tidak tahu malu, tapi toh mereka tetap cuek. Akan terus mencuri budaya yang ada di sekitar sebagai upaya untuk mewujudkan mimpi besarnya, Malaysia is a Truly Asia. Mereka mengumpulkan potongan-potongan produk kebudayaan bangsa di Asia untuk menciptakan Malaysia adalah miniatur Asia. Jadi setelah pendet, besok apalagi? Akankan kita kecolongan lagi?

Malu Menantang Malaysia

 
Pesawat Nomad CN22 milik TNI AL jatuh di Kecamatan Sekatak, Kabupaten Bulungan, Kalimantan Timur Senin kemarin. Peristiwa ini menjadi torehan baru catatan kelamnya nasib korps bersenjata bangsa ini.

Sebelumnya sejumlah insiden pesawat TNI jatuh dan memakan korban jiwa tejadi di tahun 2009. Di antaranya kecelakaan Fokker 27 milik TNI AU di Bandung, Hercules di Magetan, kecelakaan heli Bolkow TNI AD di Cianjur, dan kecelakaan Helikopter Puma di Atang Sanjaya Bogor kemudian yang terakhir adalah peristiwa insiden pesawat Nomad di Bulungan.

Kesimpulan yang mencuat adalah kecelakaan sangat erat kaitannya dengan usia pesawat yang uzur dan minim perawatan.
Kondisi itu tentu tidak sejalan dengan ambisi sebagian komponen bangsa yang saat ini sedang semangat-semangatnya teriak 'ganyang Malaysia' karena sejumlah persoalan klaim provokatif seni budaya dan teritorial.

Aksi-aksi mengecam Malaysia berkembang tidak hanya dilakukan dengan orasi dan teaterikal. Replika bendera Malaysia menjadi objek pembakaran sebagai simbol protes keras terhadap negeri para datuk itu. Kemudian ada yang mengklaim siap memberangkatkan relawan untuk berperang ke Malaysia.

Kegemasan terhadap Malaysia di Indonesia tidak hanya merebak di kalangan masyarakat. Bupati Sukoharjo Bambang Riyanto pun terang-terangan berani memimpin aksi yang juga diwarnai pembakaran bendera Malaysia.

Lalu yang cukup ekstrem tentu adalah aksi sweeping warga Malaysia di depan markas Benteng Demokrasi Rakyat (Bendera) di Jalan Diponegoro 58, siang tadi.

Berperang dengan Malaysia? Tentu keinginan itu masih jauh dari kenyataan. Hubungan Pemerintah RI-Malaysia sejauh ini masih cukup baik. Kedua pemerintah bisa meredam situasi dan tidak lantas mengeluarkan pernyataan yang dapat menyulut emosi masyarakat kedua negara.

Keinginan berperang dengan Malaysia sebenarnya memang harus dilakukan. Perang yang dimaksud tentu dalam hal berkompetisi untuk membuktikan keunggulan negara masing-masing memiliki prestasi.

Prestasi budaya, pendidikan,teknologi, ekonomi, dan yang tak kalah penting prestasi membabat habis korupsi di pemerintahan. Kompetisi dalam konteks yang demikianlah yang seharusnya diletakkan sebagai arti berperang terhadap Malaysia.

Sebab meskipun kita mempunyai alasan kuat untuk berperang dengan mengangkat senjata, toh sepertinya kita masih perlu berhitung seribu kali. Meski berani taruhan, personel militer Indonesia 1.000 kali lebih gagah berani dibanding militer Malaysia, tapi rasanya menantang Malaysia berperang saat ini tak ubah seperti kita mengacungkan pistol mainan ke barisan tentara bersenjata.Bukan membuat takut, nanti yang ada hanya menjadi bahan tertawaan.Kalau sudah begitu siapa yang malu?

SBY Temui PM Malaysia Usai Lebaran

Presiden SBY
 Kuala Lumpur - Hubungan Malaysia dan Indonesia bisa dibilang sedang kurang bagus. Karena itu, SBY akan menemui PM Malaysia Najib Tun Razak usai Lebaran.
"Keinginan Presiden Yudhoyono akan berkunjung ke Kuala Lumpur sudah disampaikan kepada Dubes Malaysia ketika akan pamit selesai masa tugasnya di istana presiden. Jakarta akan berkunjung awal Oktober 2009, dan Malaysia menawarkan 9 Oktober 2009," kata Dubes RI untuk Malaysia Da'i Bachtiar, di Kuala Lumpur, Jumat (11/9).
Beberapa agenda pembicaraan yang bakal disampaikan ialah keamanan pangan, keamanan kawasan dan terorisme, namun bisa saja masalah-masalah lainnya misalnya soal klaim kebudayaan muncul dalam pembicaraan nanti, lanjut mantan Kapolri itu, dalam jumpa pers di KBRI dengan wartawan Malaysia dan Indonesia.
Jika kunjungan itu terjadi maka kunjungan SBY ke Malaysia nanti adalah kunjungan pertama sejak Najib Tun Razak menjadi PM Malaysia.
Mengenai ketegangan hubungan antara Indonesia-Malaysia, SBY sudah mengatakan bahwa sweeping atau penyisiran warga Malaysia di Jalan Diponogoro oleh segelintir orang bukan merupakan cara yang baik, tidak beretika, dan membuat malu Indonesia di dunia internasional.
"Presiden sudah minta kepada aparat keamanan mengambil tindakan tegas terhadap reaksi masyarakat atas isu negatif tentang Malaysia. Presiden juga menjamin keselamatan warga Malaysia di Indonesia," tambahnya.
Kedua pemimpin negara sepakat untuk terus menjaga dan meningkatkan hubungan baik bilateral dan dua negara tetangga dan serumpun. "Tinggal bagaimana merapatkan lagi hubungan antara rakyat dengan rakyat, dan antara pers Indonesia dengan Malaysia," jelas Da'i.
"Kami sendiri ada program inter media dialog dimana para pemimpin pers Malaysia akan diundang berkunjung ke Jakarta, nanti sebaliknya," imbuhnya.
Selain itu, akan ada saling kunjungan balasan delegasi kesenian antar dua negara ini. Terakhir, saling kunjungan dan tukar pikiran di kalangan sejarawan," tukasnya.
Sumber : http://www.anti-maling.webnode.com

Gamelan Malaysia Mirip Milik Indonesia

 
Anti Malaysia - Pemerintah Malaysia mulai mematenkan berbagai warisan kebangsaan dari mulai makanan, kesenian, hingga kebudayaan. Selain sudah mematenkan ketupat dan nasi tumpeng, Malaysia juga sudah mendaftarkan Wayang Kulit dan Gamelan.
Berdasarkan penelusuran VIVAnews di situs resmi pemerintah Malaysia warisan.gov.my, warisan kebangsaan Malaysia yang sudah dimasukkan dalam Statistik Daftar Warisan dan Warisan Kebangsaan terbagi menjadi tiga kategori.
Namun demikian, Gamelan yang dipatenkan milik Malaysia itu, memiliki kemiripan dengan gamelan yang berasal dari Jawa. Alat-alatnya terdiri dari Gong Agong, Gong Sawokan, Gendang Ibu, Gendang Anak, Saron.
Gamelan Malaysia bila dilihat dari sejarahnya, kali pertama diperkenalkan di Pahang, saat pemerintahan Sultan Ahmad Muaddzam Shah. Permaisurinya, Fatimah dan istri kedua Sultan, Che Bedah ikut berperan menyebarkan gamelan.
Sekitar tahun 1913, gamelan menyebar ke Terengganu,dibawa oleh putri Sultan Pahang, Mariam yang menikah dengan Sultan Terengganu saat itu, Sultan Sulaiman Badrul Alam Syah.
Sultan Sulaiman bahkan menciptakan berbagai lagu dan tarian, termasuk lambang sari, geliung, ketam renjong, togok, gagak seteru, lancang kuning dan sebagainya.
Berikut daftar kesenian dan budaya Malaysia yang didaftarkan pada 23 Februari 2009:
1. Boria
2. Tarian Zapin
3. Gamelan
4. Tarian Bhangra - Kaum Sikh
5. Tarian Bharata Natyam - Kaum India
6. Gendang Dua Puluh Empat Perayaan (Gendang Cina)
7. Dikir Barat
8. Pantun Melayu
9. Syair
11. Tulisan Jawi
12. Wau Malaysia
13. Congkak
14. Gasing
15. Wayang Kulit, didaftarkan pada 26 Februari 2009
Sumber : http://www.anti-maling.webnode.com

Sabtu, 29 Agustus 2009

Selamat Datang Bangsa Indonesia

Selamat Datang Indonesia , Bagi Yang Ingin Melecehkan Malaysia Di sini Tempatnya